Larangan memberi pengemis mulai diberlakukan di berbagai daerah. Beberapa di antaranya yaitu di Pontianak dan Semarang, dengan larangan memberi pengemis tercantum dalam peraturan daerah (perda).
Berdasarkan Perda Nomor 19 Tahun 2021 Kota Pontianak pasal 42 huruf e, setiap orang atau badan dilarang memberi uang dan atau barang kepada pengemis dan atau peminta-minta belas kasihan orang di persimpangan jalan lampu lalu lintas (traffic light), yang termasuk daerah milik jalan, maupun tempat umum lainnya.
Pasal 66 huruf ss dalam perda yang sama menyatakan, orang yang melanggar aturan ini dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sebesar Rp 500.000 dan atau sanksi administrasi berupa penahanan KTP atau kartu identitas lainnya sementara waktu.
Sementara itu Perda Nomor 14 Tahun 2014 Kota Semarang pasal 24 menyatakan, setiap orang dilarang memberikan uang dan atau barang dalam bentuk apapun ke anak jalanan, gelandangan, dan pengemis, di jalan-jalan umum dan atau lampu merah.
Jika ingin ikut mendanai kegiatan penanganan anak jalanan, gelandangan, maupun pengemis, warga bisa menyalurkan langsung ke panti sosial resmi yang ada di Kota Semarang.
Sanksi pelanggaran larangan memberi pengemis hingga anak jalanan di Kota Semarang yaitu kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp 1.000.000.
Berdasarkan Pemda Kota Semarang tersebut, anak jalanan, gelandangan, dan pengemis merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan yang butuh langkah penanganan terprogram, strategis, sistematik, terkoordinasi, dan terintegrasi.
Untuk itu, pelaksanaannya perlu penanganan bersama antara pemerintah & nonpemerintah agar terpenuhi penghidupan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dosen Kesos UMM Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan tentang Pengemis
Merespons larangan memberi pengemis ini, dosen Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dra. Juli Astutik, M.Si menilai pemerintah harus mengkaji ulang peraturan yang berfokus pada pengemis, bukan memberi sanksi denda pada pemberi uang.
"Pemerintah secara khusus harus mengkaji kembali peraturan yang berfokus pada pengemis itu sendiri. Bukan malah memberikan sanksi denda materiil kepada pemberi uang. Pemerintah juga harus membuat sistem pemberdayaan pengemis dengan menyediakan wadah yang luas, untuk pengembangan skill dan keahlian yang bisa menghasilkan," kata Juli dalam laman kampus UMM, dikutip Minggu (9/7/2023).
Juli menjelaskan, dalam perspektif ahli pekerjaan sosial, pengemis adalah salah satu penyakit sosial di struktur masyarakat. Keberadaan pengemis menurutnya dapat menganggu ketertiban dan berpotensi menimbulkan tindak kriminalitas.
Namun, banyak celah peraturan pemerintah dan peraturan daerah yang harus digali lebih lanjut.
Tingkat efektivitas peraturan terkait pengemis menurut Juli harus ditelusuri lebih dalam agar dapat menyelesaikan akar permasalahan. Baginya, kendati banyak kota sudah menerapkan larangan memberi uang kepada pengemis, pelaksanaannya masih belum optimal.
Menengok akar permasalahan kemiskinan dan mengemis, menurut Juli, dipengaruhi faktor risik kurangnya akses pendidikan wajib, mentalitas, dan sikap hidup.
Dampaknya antara lain malas bekerja, boros, dan suka meminta. Karenanya, pengemis mengalami ketidakberfungsian sosial (social disfunction).
"Dalam perspektif ahli pekerjaan sosial, pengemis merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang akut dan berakar dari persoalan kemiskinan, yaitu kemiskinan kultural. Di mana kemiskinan ini disebabkan karena mentalitas atau budaya," terang Juli.
"Memberi pengemis sebenarnya sama saja dengan kita membiarkan mereka terjerumus dan terlena dalam kemalasan dan kemiskinan terus menerus tanpa adanya keinginan untuk menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif," imbuhnya.
Di sisi lain, Juli menambahkan, memberi orang tidak mampu dari kacamata agama adalah salah satu ibadah sedekah.
Karena itu, menurutnya butuh kesadaran bersama masyarakat hingga pemerintah untuk memutus akar masalah, yaitu ketergantungan dan mentalitas pengemis untuk selalu meminta-minta dan tidak mengusahakan mata pencaharian.
Komentar
Posting Komentar