Wali Kota Bogor Bima Arya S menyebut sistem zonasi PPDB Bogor tidak siap dan harus dibatalkan. Respons ini menyusul temuan sidak ke beberapa alamat calon siswa SMPN 1 Kota Bogor bahwa beberapa alamat tersebut tidak ditemukan dan diduga hasil manipulasi.
"Menurut saya, sistem zonasi ini terbukti tidak siap. Saya kira ini harus dibatalkan, sistem zonasi ini tidak tepat," kata Bima seusai sidak alamat calon siswa SMP negeri di Kota Bogor, Kamis (6/7/2023), dikutip dari detikNews.
"Kalaupun sistem zonasi ini akan diterapkan, sistem harus rapi lagi. Sistem kependudukannya, sistem verifikasinya, kemudian infrastruktur sekolah. Selama infrastruktur sekolah belum merata, ya, nggak mungkin zonasi ini diterapkan," tambah Bima.
Bima menjelaskan, dari hampir 300 aduan, rata-rata siswa Bogor mengadu tidak lolos jalur zonasi SMP negeri karena tergeser calon siswa lain yang ternyata punya jarak rumah lebih jauh dan tidak tinggal di sekitar sekolah.
"Aduannya sudah masuk semua, nanti saya akan tangani sesuai kewenangan saya. Aduannya sama, mereka merasa dikalahkan (tidak lolos ke SMP negeri dengan sistem zonasi oleh orang yang mereka ketahui tidak tinggal di sekitar sekolah itu," kata Bima.
Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan mengurai sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemimpin daerah dalam mengantisipasi gejolak akibat penerimaan sistem zonasi di PPDB. Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Bukik: Hapus Sistem Zonasi Picu Masalah Lebih Besar
Praktisi pendidikan Bukik Setiawan mengatakan, penghapusan sistem zonasi dapat membuat pemimpin daerah terlepas dari kritik publik. Namun, penghapusan ini justru akan menimbulkan persoalan yang lebih besar.
"Penghapusan sistem zonasi memang akan membuat pemimpin daerah terlepas dari kritik publik, tapi justru akan menimbulkan persoalan yang lebih besar. Mungkin kritik selama Penerimaan Peserta Didik Baru akan menghilang, tapi persoalan pendidikan daerah yang mendasar justru akan semakin besar," katanya pada detikEdu, Jumat (7/7/2023).
"Tanpa sistem zonasi, upaya pemerataan kualitas pembelajaran menjadi bias dan semakin berat. Bayangkan bagaimana melakukan pemerataan kualitas pembelajaran, bila ketimpangan sudah terjadi sejak peserta didik baru masuk ke satuan pendidikan. Ibarat petani di pelosok diberi bibit berkualitas rendah dan petani di perkotaan diberi bibit berkualitas tinggi, tapi diharapkan akan menghasilkan panen dengan kualitas setara," imbuhnya.
Bukik menekankan, pemerataan kualitas pendidikan justru adalah kunci kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Semakin berkualitas suatu sekolah di suatu kecamatan, maka semakin banyak aktivitas masyarakat yang ada pada sekolah tersebut.
Ia menilai, adanya wacana penghapusan zonasi di PPDB ini cermin pemimpin daerah bersangkutan tidak siap dikritik di PPDB setelah tidak siap menerapkan sistem zonasi sendiri.
"Pemimpin daerah tidak siap mendapat kritik saat Penerimaan Peserta Didik Baru akibat ketidaksiapan penerapan sistem zonasi. Ketidaksiapan tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman pemimpin daerah tentang pola sistem pendidikan di daerahnya. Persoalan sistem zonasi bukan sebatas saat Penerimaan Peserta Didik Baru, tapi juga mencakup perencanaan strategis pembangunan daerah pada sektor pendidikan," kata Bukik.
"Persoalan penerapan sistem zonasi sebenarnya gambaran pembangunan daerah pada sektor pendidikan yang tidak sensitif terhadap prinsip keadilan. Selain itu, kemungkinan daerah memang tidak mengantisipasi terjadinya perilaku curang yang dilakukan sebagian kecil masyarakat. Janganlah ketidaksiapan daerah, membuat pemimpin daerah menghapus sistem zonasi yang memberikan jaminan keadilan bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan. Buruk muka, janganlah cermin dibelah," sambung pemikir konsep Merdeka Belajar ini.
Kecurangan = Gejala Upaya Masyarakat
Bukik menambahkan, upaya mengatasi kecurangan sistem zonasi di PPDB perlu dilakukan, tetapi bukan prioritas utama.
"Memang perlu dilakukan, tapi tidak perlu jadi prioritas utama. Mengapa? Kecurangan sebenarnya hanya gejala dari upaya masyarakat untuk mendapatkan pendidikan terbaik buat anaknya. Apabila daerah sudah memastikan pemerataan kualitas pembelajaran, maka lebih mudah bagi masyarakat dalam menerima sistem zonasi," sambungnya.
Menurut Bukik, untuk mengatasi kecurangan ini, penerimaan siswa bersangkutan dapat dibatalkan. Kemudian, siswa diterima oleh sekolah terdekat yang masih tersedia kuotanya.
"Membawa kasus kecurangan pada ranah hukum hanya akan menghabiskan energi masyarakat maupun pemerintah daerah. Gunakan saja konsekuensi logis, bila kecurangan dilakukan maka penerimaannya dibatalkan, kemudian murid diterima ke sekolah yang terdekat dan masih tersedia kuotanya," kata Bukik.
Antisipasi Gejolak soal Sistem Zonasi PPDB
Bukik menjelaskan sejumlah langkah penting untuk pemimpin daerah dalam mengantisipasi gejolak akibat penerimaan sistem zonasi PPDB. Berikut jangka pendeknya:
Adapun langkah jangka panjang mengantisipasi gejolak sistem zonasi menurut Bukik antara lain:
Komentar
Posting Komentar