Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengumumkan adanya manipulasi data kependudukan di wilayahnya untuk mendaftar PPDB Jalur Zonasi. Pernyataan ini disampaikan ke publik usai sidak ke rumah sejumlah calon siswa.
Sementara itu Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, manipulasi data dengan cara pindah Kartu Keluarga ( KK) tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukan ketat, melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (dukcapil).
"Apalagi sampai 20 anak dengan orang tua berbeda masuk dalam satu KK. Harusnya hal ini dapat diantisipasi dari awal oleh jajaran terkait," bunyi pernyataan Sekjen FSGI Heru Purnomo dan Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, Senin (10/7/2023).
Menurut pihak FSGI, masalah kependudukan dan sebaran sekolah yang tidak merata muncul sejak adanya kebijakan PPDB sistem zonasi 7 tahun lalu. Sejak itu, masalah tersebut mulai diperbaiki, termasuk penguatan sistem di dukcapil agar tidak terjadi manipulasi data kependudukan.
"Kalau Kota Bogor masih mengalaminya, maka seharusnya Kepala Daerahnya mengevaluasi jajaran kelurahan, kecamatan dan dukcapil, yang jelas di bawah kewenangan kepala daerah, bukan menyalahkan sistem PPDB Zonasinya yang sudah 7 tahun dan sudah mulai diterima luas di masyarakat," terang Heru dan Retno.
FSGI menyarankan sejumlah langkah terkait masalah PPBB Zonasi seperti di Kota Bogor. Berikut selengkapnya.
Masalah PPDB Zonasi Kota Bogor, Begini Saran FSGI
1. Evaluasi Jajaran Terkait & Penjatuhan Sanksi
FSGI menyampaikan, kepala daerah dapat segera mengevaluasi jajaran terkait. Lebih lanjut, kepala daerah dapat jatuhkan sanksi pada jajarannya jika ditemukan manipulasi data kependudukan, yang melibatkan jajaran birokrasi.
2. Rencanakan Tambah Sekolah Negeri
Berdasarkan catatan FSGI, sejumlah kepala daerah sudah menambah jumlah sekolah negeri sejak PPDB zonasi diterapkan. Contohnya, Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang menambah 9 SMPN, Kota Pontianak menambah 1 SMAN, Kota Depok menambah 1 SMAN, DKI Jakarta menambah 10 SMKN, dan lainnya.
FSGI menilai, penambahan sekolah negeri tersebut menjadi wujud kesadaran kepala daerah atas kekurangan dan tidak meratanya satuan pendidikan, khususnya SMP, SMA dan SMK.
"Kalau SDN, jumlah relatif terpenuhi. Yang menyadarkan para kepala daerah menambah jumlah sekolah negeri adalah setelah kebijakan PPDB zonasi. Membangun sekolah negeri baru juga dapat dijadikan ukuran kesungguhan kepala daerah untuk memenuhi hak atas pendidikan warganya, yang tentu saja ada pemilihnya," kata Heru dan Retno.
Keduanya menambahkan, pemerintah pusat melalui APBN juga menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan dan memiliki lahan yang sesuai standar nasional pendidikan.
"Pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah. Ini bentuk kolaborasi yang sangat patut didukung," imbuhnya.
3. Kreatif dalam Menerapkan PPDB Zonasi
Jika menambah sekolah belum memungkinkan, FSGI menyarankan sejumlah daerah untuk menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak atas pendidikan. Contohnya yang sudah berjalan yakni Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB Bersama SMA dan SMK swasta. Pembiayaannya siswanya didanai APBD.
Contoh lainnya yaitu Pemprov Sumatera Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri.
Heru dan Retno menilai, mayoritas warga sudah dapat menerima PPDB sistem zonasi kendati masih banyak kekurangan. Di sisi lain, sistem zonasi dinilai jauh lebih berkeadilan. Lebih lanjut, sistem zonasi dinilai mendorong pemerintah pusat dan daerah membangun sekolah negeri baru tanpa membunuh sekolah swasta yang sudah berkontribusi lama bagi pendidikan selama ini.
Komentar
Posting Komentar