Fenomena Aphelion adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari. Dikutip dari laman Time and Date, fenomena ini terjadi sekitar dua minggu setelah titik balik Matahari Juni.
Pada dasarnya, Bumi mengorbit Matahari dalam lintasan berbentuk elips. Hal ini menyebabkan ada di satu titik di lintasan tersebut letaknya paling dekat dengan Matahari, fenomena ini disebut dengan Perihelion.
Bak dua koin yang berbeda di balik Perihelion ada Aphelion yang merupakan titik terjauh Bumi dari Matahari. Laman Scientific American menjelaskan jarak rata-rata Bumi dan Matahari sekitar 149.597.870,7 km.
Ketika fenomena Aphelion terjadi di bulan Juli, jarak Bumi akan 1,5 persen lebih jauh dari jarak rata-rata biasanya. Di tahun 2023, Aphelion di Indonesia khususnya kota Jakarta terjadi pada hari Jumat, (7/7/2023) pukul 03.06 WIB lalu dengan jarak pusat Matahari ke pusat Bumi yaitu 152.093.251 km.
Waktu Fenomena Aphelion
Fenomena Aphelion diperkirakan hingga tahun 2027 terjadi pada bulan Juli. Namun waktu ini pada dasarnya tak tetap karena berhubungan dengan eksentrisitas orbit Bumi.
Pada tahun 1246, titik balik Matahari Desember bertepatan dengan fenomena Perihelion. Sejak saat itu, tanggal Perihelion dan Aphelion bergeser satu hari setiap 58 tahun.
Meski begitu, dalam jangka pendek fenomena Aphelion bisa terjadi berbeda hanya dua atau satu hari dari satu tahun ke tahun lainnya. Matematikawan dan astronom telah memperkirakan bahwa di tahun 6430, Perihelion akan terjadi di bulan Maret sehingga Aphelion kemungkinan terjadi di bulan September.
Tidak Berhubungan dengan Musim-Suhu
Meskipun berada di titik terjauh dari Matahari, fenomena Aphelion di bulan Juli terjadi ketika Bumi bagian utara sedang mengalami musim panas. Dengan demikian, fenomena ini tak berkaitan dengan musim atau suhu yang ada di Bumi.
Musim pada dasarnya tidak berubah bergantung pada jarak Bumi dari Matahari. Alasan utama musim bisa berubah karena sumbu rotasi Bumi yang miring menjauh atau mengarah ke Matahari selama satu tahun.
Kemiringan ini dijelaskan Phil Plait, astronom dan penulis di Scientific American sekitar 23 derajat dibandingkan dengan bidang orbitnya.
Nantinya, kemiringan ini akan menentukan apakah sinar Matahari menyinari Bumi pada sudut yang lebih rendah atau langsung. Paparan panas Matahari ini akan terdistribusi ke permukaan Bumi dengan bantuan angin.
Sedangkan untuk suhu, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menjelaskan bila ada kesalahan informasi tentang klaim fenomena Aphelion yang membuat suhu Bumi lebih dingin.
Faktanya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah fenomena Aphelion membuat suhu lebih dingin. "Aphelion tidak berpengaruh signifikan terhadap suhu di Bumi," ungkap Urip Haryoko yang beberapa waktu lalu menjabat sebagai Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG dalam rilis di laman Kominfo.
Selain itu, peneliti di Pusat Riset Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun menyatakan Aphelion tidak berdampak pada kenaikan maupun penurunan suhu di permukaan Bumi. Namun, faktor klimatologis atau iklim yang turut berperan besar dalam perubahan suhu.
Itulah penjelasan tentang fenomena Aphelion, jadi jangan sampai termakan hoaks ya detikers!
Komentar
Posting Komentar